Perma Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan
Pasal 8 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi Di Pengadilan menyatakan sebagai berikut:
"Biaya jasa Mediator nonhakim dan bukan Pegawai Pengadilan ditanggung bersama atau berdasarkan kesepakatan Para Pihak.".
Menurut hemat saya aturan ini tidak adil karena banyak perkara setelah dimediasi dan mediasinya gagal, pada akhirnya majelis hakim dalam putusannya menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet onvankelijke verklaard/NO) atas alasan gugatan tidak memenuhi syarat formil, karena misalnya surat kuasa tidak memenuhi syarat atau formulasi gugatan tidak memenuhi syarat hukum acara [gugatan kabur (obscuur)].
Saya mengalami 4 kali menjadi kuasa tergugat atas gugatan penggugat yang sama dan atas objek tanah yang sama. Gugatan 1 kali NO, 2 kali dicabut (setelah mediasi gagal), dan gugatan baru yang ke-4 kali diajukan lagi.
Seharusnya biaya jasa Mediator Non-Hakim dibebankan terlebih dahulu kepada pihak penggugat melalui panjar biaya perkara (SKUM). Jika gugatan dikabulkan barulah biaya jasa Mediator dibebankan kepada tergugat sebagai pihak yang kalah atau jika gugatan NO atau ditolak seluruhnya maka biaya jasa mediator dibebankan kepada penggugat sebagai pihak yang kalah. Kebijakan seperti ini sesuai dengan Pasal 9 Perma 1/2016.