Rugikan Buruh Freeport, UU P2SK Digugat ke MK

PK FPE KSBSI PT Freeport berfoto bersama DPP FPE KSBSI dan Tim Kuasa Hukum usai mengajukan permohonan gugata uji materiil ke Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu 6 Agustus 2025. (Foto: Dokumen Media KSBSI)

JAKARTA – Menjelang hari kemerdekaan Bangsa Indonesia ke 80 Tahun, Federasi Pertambangan dan Energi afiliasi Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (FPE KSBSI) Komisariat PT Freeport Indonesia mengajukan permohonan gugatan uji materiil pasal 161 ayat 2 dan pasal 164 ayat 2, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau dikenal sebagai UU P2SK.

Dua pasal yang digugat itu adalah Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) yang pada intinya mengatur bahwa pembayaran manfaat pensiun bagi buruh sebagai peserta, janda/duda, atau anak harus dilakukan secara berkala paling singkat selama 10 tahun atau 120 bulan, atau boleh dibayar sekaligus namun paling besar 20%, selebihnya 80% harus dibayar secara berkala paling singkat selama 10 tahun atau 120 bulan.

Kedua pasal ini dinilai bertentangan dengan UUD 1945, khususnya Pasal 28D ayat (2) yang menyatakan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.”

Dalam siaran pers-nya, FPE KSBSI Komisariat PT Freeport Indonesia menyatakan, karakter Dana Pensiun tidak sama dengan Jaminan Pensiun yang dikelola BPJS Ketenagakerjaan yang bersifat wajib.

Kepesertaan dana pensiun adalah sukarela -boleh menjadi peserta dan boleh tidak menjadi peserta.

“Para Pemohon telah bekerja rata-rata selama 26 tahun. Manfaat dana pensiun adalah pengganti uang pesangon. Lalu mengapa DPR dan Presiden melalui UU P2SK memaksa buruh untuk menerima manfaat pensiun secara berkala, tidak boleh sekaligus?” ulas Harris Manalu SH, salah satu penanggung jawab Tim Advokasi Dana Pensiun Karyawan PT Freeport Indonesia atau disingkat Tim Advokasi DPFI FPE KSBSI dalam keterangan resminya usai mengajukan permohonan uji materiil di MK, Jakarta, Hari ini, Rabu (6/8/2025).

Alasan Pemerintah yang menyatakan untuk menjaga kesinambungan penghasilan peserta setelah mencapai usia pensiun sehingga negara perlu hadir mengatur lalulintas keuangan warga negara yang menjalani masa pensiun agar tidak terperosok ke jurang kemiskinan, adalah alasan yang tidak rasional dan tidak memiliki logika hukum.

“Alasan itu hanya sebuah kamuflase.” ujar Harris yang pernah menjabat sebagai Hakim Ad Hoc pada Pengadilan Hubungan Industrial dua periode ini.

Akibat berlakunya ketentuan pembayaran manfaat pensiun dengan skema 20% boleh sekaligus dan 80% harus berkala, sangat merugikan hak-hak buruh, dalam hal ini para pemohon.

Harris mengupas, dalam permohon ini para pemohon mengajukan 8 point alasan utama, yaitu:
  1. Program pensiun para Pemohon adalah program pensiun sukarela, bukan wajib, karenanya pembayaran manfaat pensiun tidak boleh dibatasi.
  2. Manfaat Dana Pensiun para Pemohon adalah pengganti uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
  3. Janda/duda atau anak atau ahli waris dari Peserta (para Pemohon) yang meninggal dunia akan dirugikan 40% atas keberlakuan Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK.
  4. Tidak jelas kepada siapa dibayar sisa Manfaat Dana Pensiun jika Peserta atau Istri/Janda atau Anak meninggal dunia sebelum berakhir jangka waktu 10 tahun.
  5. Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK mencabut kebahagiaan para Pemohon untuk membuka usaha, hidup layak, sehat dan umur Panjang.
  6. Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK bertentangan dengan asas kepastian hukum.
  7. Para Pemohon trauma dengan fenomena korupsi, fraud dan salah investasi pada perusahaan yang mengelola dana pensiun.
  8. Mayoritas peserta Dana Pensiun pada Dana Pensiun Freeport Indonesia menolak pembayaran Manfaat Dana Pensiun secara berkala.
Dengan pengujian ini diharapkan Mahkamah Konstitusi mengabulkan permohonan para pemohon, dalam hal ini FPE KSBSI Komisariat PT Freeport Indonesia, yang pada intinya, menurut Harris, kata “harus” pada Pasal 161 ayat (2) diubah menjadi “dapat”, sehingga buruh sebagai peserta dapat mengambil secara sekaligus atau dapat juga mengambil secara berkala. Sehingga menjadi sukarela.

Adapun tuntutan atau petitum permohon adalah sebagai berikut, pertama, agar MK menyatakan Pasal 161 ayat (2) P2SK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat dilakukan secara berkala, namun apabila peserta memilih pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus maka pembayarannya harus dilakukan secara sekaligus.”.

“Kedua, MK menyatakan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai, “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun secara sekaligus sebanyak 100% (seratus persen) dari Manfaat Pensiun.” tandas Harris Manalu.

Diketahui, saat mengajukan permohonan gugatan uji materiil UU P2SK, PK FPE KSBSI PT Freeport Indonesia didampingi langsung oleh Tim Advokasi DPFI FPE KSBSI, yakni, Harris Manalu, S.H., Saut Pangaribuan, S.H., M.H., Marjan Tusang, S.H., M.H., yang juga menjabat sebagai Ketua DPC FPE KSBSI Kab. Mimika, Papua Tengah dan Dwi Sihol Manalu, S.H.

[*/REDHUGE/REDKBB].

Sumber: Kantor Berita Buruh
https://kantorberitaburuh.com/rugikan-buruh-freeport-uu-p2sk-digugat-ke-mk/

TOPIK POPULER

Contoh Kesimpulan Penggugat di PHI

Contoh Surat Permohonan Perundingan Bipartit Pertama (I) oleh Pekerja

Contoh Surat Kuasa Bipartit dan sekaligus Mediasi Memakai Pengurus Serikat Pekerja/Serikat Buruh

Contoh 2 Kontra Memori Kasasi di PHI

Replik | Contoh di Pengadilan Hubungan Industrial

Jawaban | Contoh di Pengadilan Hubungan Industrial

Contoh 3 Gugatan Perselisihan Hubungan Industrial

Pasal 156 UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan Jo. UU 6/2023 (Cipta Kerja)

Format dan Isi Risalah Perundingan Bipartit I dan II