Yurisprudensi Nomor 1/Yur/PHI/2018 | Upah Proses Selama 6 Bulan
YURISPRUDENSI
Tahun |
2018 |
Nomor Katalog |
1/Yur/PHI/2018 |
Bidang |
Hukum Perdata Khusus |
Klasifikasi |
Hukum Perdata
Khusus Perselisihan
Hubungan Industrial Pemutusan
Hubungan Kerja |
Kaidah Hukum |
Upah proses dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial
adalah selama-lamanya 6 (enam) bulan, sesuai dengan Surat
Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 3 Tahun 2015. |
Pengantar |
Mengenai upah proses, Pasal 155 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan mengatur bahwa: Selama putusan lembaga penyelesaian
perselisihan hubungan industrial belum ditetapkan, baik pengusaha maupun
pekerja/buruh harus tetap melaksanakan segala kewajibannya. Pengaturan seperti
ini menimbulkan multi tafsir. Ada yang berpendapat bahwa penghitungan upah
proses tetap didasarkan pada Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Nomor:Kep-150/Men/2000 Tahun 2000 tentang Penyelesaian Pemutusan Hubungan
Kerja dan Penetapan Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Ganti
Kerugian di Perusahaan. Dalam kebijakan tersebut diatur bahwa upah proses adalah 6 (enam) bulan. Namun,
ada juga yang berpendapat bahwa sejak berlakunya UU No. 13 Tahun 2003,
peraturan menteri keuangan tersebut sudah tidak berlaku. Pasalnya, peraturan
menteri ketenagakerjaan tersebut dikeluarkan berdasarkan UU No. 22 Tahun 1957 yang
telah dicabut melalui UU No. 13 Tahun 2003. Pendapat terakhir di atas
berkesimpulan bahwa upah proses dihitung sejak gugatan diajukan ke pengadilan
hubungan industrial sampai adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan
hukum tetap. Terhadap perbedaan pendapat tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) melalui
putusan Nomor 37/PUU-IX/2011 pada intinya berpendapat bahwa upah proses
dihitung sampai putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap. Menanggapi
putusan MK tersebut, rapat kamar perdata Mahkamah Agung Tahun 2015 menyepakati
bahwa terkait dengan upah proses, maka isi amar putusan adalah MENGHUKUM
PENGUSAHAMEMBAYAR UPAH PROSES SELAMA 6 BULAN. Kesepakatan tersebut dituangkan
dalam SEMA Nomor 3 Tahun 2015. |
Pendapat Mahkamah Agung |
Sebelum lahirnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015, pendapat MA terkait upah
proses berbeda-beda. Ada putusan MA yang memutuskan bahwa upah proses
ditetapkan hanya 6 (enam) bulan. Hal ini tampak dalam putusan No. 158
K/Pdt.Sus/2007 (PT. Jasa Marga Vs Suwanto)
tanggal 24 Januari 2008. Dalam putusan tersebut, MA berpendapat bahwa: Termohon Kasasi telah mengakui semua kesalahan
atas perbuatannya dengan membuat surat pernyataan sebagaimana diatur Pasal 24
ayat (1) d. PKB periode tahun 2006-2008 yang masih berlaku dikategorikan
merupakan kesalahan berat dan dikenakan sanksi PHK, namun masa kerja yang
cukup lama dan selama bekerja belum pernah mendapat surat peringatan, oleh
karena itu perlu dipertimbangkan untuk diberikan upah proses selam 6
(enam) bulan dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima oleh
Termohon Kasasi. Putusan yang menetapkan upah proses selama 6 (enam) bulan juga terlihat
dalam perkara Nomor 336 K/Pdt.Sus/2009 (PT. Bangun Mustika Inti Persada Vs
Cynthia Dwi Wulan Indah) tanggal 10 Juli 2009. Pada tahun 2009, MA memiliki pendapat yang berbeda mengenai upah
proses. MA berpendapat bahwa upah proses dihitung sampai dengan putusan telah
berkekuatan hukum tetap. Pendapat ini tergambar dalam putusan MA No. 848
K/Pdt.Sus/2009 (PT. Carrefour Indonesia Vs Riska Oktariana) tanggal 6 Mei
2010; putusan No. 051 PK/Pdt.Sus/2009 (PT. Bank Commonwealth Vs Theresia
Adwijaya). Sejak tahun 2015, terutama pasca lahirnya SEMA Nomor 3 Tahun 2015,
pandangan MA terkait upah proses ini sudah seragam. Dalam SEMA tersebut
disepakati bahwa: Pasca Putusan MK Nomor 37/PUU-IX/2011, tertanggal 19
September 2011 terkait dengan upah proses, maka isi amar putusan adalah
MENGHUKUM PENGUSAHA MEMBAYAR UPAH PROSES SELAMA 6 BULAN. Kelebihan waktu dalam
proses PHI sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang
Penyelesaian Hubungan Industrial, bukan lagi menjadi tanggung jawab para
pihak. Kesepakatan kamar tersebut ditegaskan kembali dalam Putusan No. 652K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Kahar
Husain Vs PT Iswanto) tanggal 13 Juli 2017. Dalam putusan tersebut, MA
berpendapat bahwa: Putusan Pengadilan Hubungan Industrial pada
Pengadilan Negeri Makassar perlu diperbaiki sepanjang mengenai upah proses
yaitu bahwa upah proses selama perselisihan adalah 6 (enam) bulan, sesuai SEMA
Nomor 03 Tahun 2015. Putusan MA ini senada dengan putusan sebelumnya dalam perkara No. 573K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Rustam
Bantulu Vs Pimpinan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nusantara) tanggal 8 Juni
2017. Selanjutnya, putusan-putusan tersebut konsisten diikuti oleh Majelis
Hakim Agung lainnya, sebagaimana tergambar melalui putusan No. 679
K/Pdt.Sus-PHI/2017 (Nurlailah Vs Koperasi Pegawai PT. Telekomunikasi Anuta
Pura Palu) tanggal 31 Juli 2017; Putusan No. 1339K/Pdt.Sus-PHI/2017 (PT.
Oh Sung Electronics Indonesia Vs Royadi, dkk.) tanggal 30 November 2017;
Putusan No. 1464K/Pdt.Sus-PHI/2017 (PT. Ohsung Electronics
Indonesia Vs Maulana Yusuf,dkk.) tanggal 20 Desember 2017. |
Yurisprudensi |
Dengan adanya konsistensi pendapat MA sejak lahirnya SEMA No. 3 Tahun
2015 terkait upah proses selama-lamanya 6 bulan, maka sikap hukum ini telah menjadi Yurisprudensi di
Mahkamah Agung. |
Kata Kunci |
Penghitungan Upah Proses |
Sumber Putusan
Putusan
Yang Mengikuti
Peraturan
Terkait
UU
13 2003 |
UU 2
2004 |
Sumber: Laman Situs Web Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia: https://putusan3.mahkamahagung.go.id/yurisprudensi/detail/11eae840a5d4f2d0a88f313533383134.htm, diakses Selasa, 24 Agustus 2021 14.15 WIB